Space Iklan
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) belakangan dikabarkan mendesak agar pemerintah Indonesia segera memblokir Google dan YouTube dengan alasan keberadaan konten yang tak pantas. Namun, hal tersebut nyatanya tak serta merta direalisasikan oleh pihak pemerintah Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan, jika tidak mungkin untuk memblokir dua situs terbesar di jagad dunia maya saat ini tersebut.
Ismail Cawidu selaku Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo mengatakan, jika Indonesia ialah merupakan Negara demokrasi. Dengan kata lain, seluruh warga Indonesia bebas untuk mendapatkan berbagai indormasi yang dibutuhkannya. Oleh sebab itulah, permintaan pemblokiran situs seperti yang diminta ICMI tampaknya memang tak bisa direalisasikan.
Dalam keterangannya, Ismail mengatakan jika pihaknya tak mungkin memblokir situs yang menyediakan informasi positif dan negatif tersebut. Jika tentang konten ‘panas’, ada undang-undang no 44 tahun 2008 yang akan menaungi peraturan tersebut. Namun sekali lagi Ismail menengaskan, bukan situsnya yang akan diblokir melainkan konten negatif yang bersangkutan
Google dan Youtube selaku penyedia informasi baik dan buruk tentunya tidak bisa disalahkan dengan begitu saja. Tindakan yang menurutnya paling tepat untuk dilakukan ialah meminimalisir konten negatif yang dapat muncul pada pencariannya. Selain itu, kabarnya Kemenkominfo kini juga tengah dalam upaya menyempurnakan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) terkait Penyediaaan Layanan Aplikasi atau konten melalui internet atau yang dikenal dengan sebutan (RPM) OOT.
Salah satu bagian dari peraturan itu ialah menyebutkan jika penyedia layanan harus memastikan bersih dari konten kekerasan ataupun konten tak pantas lainnya. Ketikan RPM tersebut rampung, mau tidak mau semua layanan harus segera mengkosongkan aplikasinya dari hal-hal negative yang dimaksud pemerintah.
Sementara itu, sebelumnya ICMI sendiri mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah memblokir akses menuju Google dan YouTube, yang mereka sebut menjadi pintu konten panas dan kekerasan. Mereka bahkan menyebutkan, bahwa hampir semua pelaku tindak asusila mengaku mendapatkan inspirasi dari tayangan tak pantas yang bersumber paa Google dan YouTube.
(smkr)