Space Iklan
Reshuffle jilid II yang sudah melantik menteri-menteri baru dalam kabinet kerja Presiden Joko Widodo, salah satuny adalah menunjuk Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dikhawatirkan menimbulkan sebuah kehobohan yang akhirnya dapt mengganggu ke stabilitasan nasional. Sebab, di masa lalu mantan panglima TNI itu memiliki sebuah catatan hitam terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Seorang pengamat Politik Para Syndicate, yakni Toto Sugiarto, menyampaikan agar kegaduhan tersebut dapat di redam, Presiden Joko Widodo harus bisa memberikan keleluasaan bagi publik untuk beropini. Sekarang semua jabatan yang di miliki oleh Wiranto kita kembalikan kepada Presiden Joko Widodo.
Jokowi berani menunjuk Wiranto sebagai menteri, berarti beliau harus sudah siap berdiskuasi mengenai masa lalu dari orang yang telah di tunjuknya tersebut.
Sebalinya pula dengan Wiranto, dirinya telah masuk dalam pusat sorotan masyarakat, berarti dia harus berani menanggung resiko dengan terus di hujat atupun di beri kritikan, mengenai kinerja yang dia lakukan.
Bukan hanya itu, hal yang paling penting yang harus segera di lakukan oleh Wiranto adalah berkoordinasi dengan para menteri yang terkait. Sebab seorang Menkopolhukam memiliki agneda yang sangat penting.
Pada Reshuffle jilid II yang sudah melantik 9 menteri baru dan menggeser posisi 4 menteri yang lain itu, di dalam nya telah ada nama Wiranto yang telah di tunjuk oleh Presdien Joko Widodo menjadi MenkoPolhukam menggantikan peran dari Luhut Binsar Panjaitan. Setelah Reshuffle jilid II resmi di umumkan dan para menteri baru sudah resmi di lantik, sejumlah pihak masyarakat menyatakan jiak publik menolak hadirnya Wiranto di kabinet kerja Jokowi.
Dan pihak yang paling bersikukuh menolak hadirnya Wiranto adalah Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), ke dua pihak itu mengecam keputuan Presiden Joko Widodo yang menujuk Wiranto sebagai Menko Polhukam menggantikan Luhut Binsar Panjaitan.
“ Presiden Joko Widodo punya sebuah janji yang dia sampai kan kepada rakyat tetapi janji itu di khianati sendiri dengan menunjuk Wiranto sebagai Menko Polhukam,” ujar Feri Kusuma selaku Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras.(smeaker)
Seorang pengamat Politik Para Syndicate, yakni Toto Sugiarto, menyampaikan agar kegaduhan tersebut dapat di redam, Presiden Joko Widodo harus bisa memberikan keleluasaan bagi publik untuk beropini. Sekarang semua jabatan yang di miliki oleh Wiranto kita kembalikan kepada Presiden Joko Widodo.
Jokowi berani menunjuk Wiranto sebagai menteri, berarti beliau harus sudah siap berdiskuasi mengenai masa lalu dari orang yang telah di tunjuknya tersebut.
Sebalinya pula dengan Wiranto, dirinya telah masuk dalam pusat sorotan masyarakat, berarti dia harus berani menanggung resiko dengan terus di hujat atupun di beri kritikan, mengenai kinerja yang dia lakukan.
Bukan hanya itu, hal yang paling penting yang harus segera di lakukan oleh Wiranto adalah berkoordinasi dengan para menteri yang terkait. Sebab seorang Menkopolhukam memiliki agneda yang sangat penting.
Pada Reshuffle jilid II yang sudah melantik 9 menteri baru dan menggeser posisi 4 menteri yang lain itu, di dalam nya telah ada nama Wiranto yang telah di tunjuk oleh Presdien Joko Widodo menjadi MenkoPolhukam menggantikan peran dari Luhut Binsar Panjaitan. Setelah Reshuffle jilid II resmi di umumkan dan para menteri baru sudah resmi di lantik, sejumlah pihak masyarakat menyatakan jiak publik menolak hadirnya Wiranto di kabinet kerja Jokowi.
Dan pihak yang paling bersikukuh menolak hadirnya Wiranto adalah Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), ke dua pihak itu mengecam keputuan Presiden Joko Widodo yang menujuk Wiranto sebagai Menko Polhukam menggantikan Luhut Binsar Panjaitan.
“ Presiden Joko Widodo punya sebuah janji yang dia sampai kan kepada rakyat tetapi janji itu di khianati sendiri dengan menunjuk Wiranto sebagai Menko Polhukam,” ujar Feri Kusuma selaku Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras.(smeaker)